Dusun Pohdodol memiliki penduduk sebesar 1.075 jiwa
(261 KK). Dominasi (±90%) mata
pencaharian penduduk dusun ini adalah sebagai pedagang keliling (pedagang es,
rujak, sayuran, kain, gorden, bakulan, asongan dan lainnya).
Berdasarkan
hasil FGD RPK yang telah dilaksanakan, terdapat beberapa permasalahan –
permasalahan yang dihadapi oleh masyarakat yang terkait dengan permasalahan
yang dianggap cukup kritis, diantaranya adalah sebagai berikut :
Sosial/Ekonomi
- Permodalan yang masih kurang untuk mengembangkan usaha dagang, terutama bagi pedagang keliling. Hal ini disebabkan karena biaya produksi, khususnya biaya transportasi (pemasaran di luar kabupaten) dan harga bahan baku terkadang hampir sama dengan harga jual. Selain itu sering adanya ketidakpastian pasar, karena harus bersaing dan tergantung dari permintaan konsumen.
- Sebagian besar masyarakat yang berprofesi sebagai pedagang memiliki modal sendiri atau meminjam dari pedagang lainnya. Namun sebagian pedagang, khususnya pedagang bakulan menggunakan Bank Rontok sebagai sumber permodalan.
- Pendapatan warga yang berprofesi sebagai pedagang tidak menentu setiap harinya, terkadang untung dan bahkan rugi. Namun jika dilihat dari keuntungan yang diperoleh, masih tergolong rendah, yaitu antara Rp. 40.000,- s/d Rp. 50.000,- perhari. Namun pada saat-saat tertentu/ musiman, seperti pada saat hari-hari besar nasional, keuntungan pedagang bisa mencapai lebih dari 2 (dua) kali lipatnya.
- Tidak ada manajemen karena pedagang berjualan secara individu (tidak ada kelompok khusus pedagang)
- Jaringan pemasaran sudah terlanjur terbangun sejak lama di luar wilayah Desa Bajur, sehingga untuk menarik pembeli atau konsumen untuk datang membeli kebutuhannya dirasakan agak sulit.
- Masih banyaknya penduduk yang bekerja tidak tetap (serabutan), pengangguran, buruh, tukang dan buruh tani yang disebabkan peluang kerja yang minim dan keterampilan yang rendah.
- Masih banyaknya penduduk yang buta huruf dan putus sekolah disebabkan tidak adanya biaya untuk bersekolah dan melanjutkan kejenjang yang lebih tinggi.
- Keamanan rawan terutama perkelahian antar kampung dan keamanan lingkungan minim karena lampu penerangan jalan lingkungan masih kurang.
1. Tingkat kerapatan bangunan tinggi dengan akses jalan
lingkungan cendrung terbatas ditandai dengan :
- Sebagian besar tidak adanya jarak antara bangunan yang satu dengan yang lain (minimnya halaman permukiman warga).
- Jenis perkerasan paving blok dengan kondisi buruk – sedang.
- Jenis perkerasan tanah dengan kondisi buruk.
- Lebar jalan antara 1 – 1,5 meter.
- Hanya dapat dilewati oleh kendaraan roda 2 (sepeda motor)
- Belum terintegrasinya jalan lingkungan yang ada dipermukiman penduduk sebelah timur jalan raya (hanya 1 akses masuk – keluar lingkungan permukiman)
2. Masih terdapat rumah tidak layak huni yang disebabkan
karena ketidakmampuan pemilik rumah untuk membiayai renovasi atau perbaikan
rumahnya. Rumah Tidak Layak Huni ditandai dengan :
- Dinding menggunakan bedek atau pagar.
- Atap menggunakan illang dan asbes.
- Lantai menggunakan tanah.
- Di bawah standart kesehatan (penyinaran dan sirkulasi udara)
- Di bawah standar keamanan (pembesian sloof, kolom dan balok)
- Ukuran rumah paling besar 5 x 6 meter.
- Tidak ada kamar mandi (MCK)
- Rata-rata ditempati lebih dari 2 KK (8 – 10 jiwa)
- Pemanfaat rata-rata jompo, janda dan lanjut usia
- Rata-rata milik pribadi.
3. Sampah rumah tangga yang masih ada disembarang tempat
(lahan kosong) dan disungai. Hal ini disebabkan karena kurangnya kesadaran
masyarakat tentang kebersihan lingkungan, tidak adanya sarana pembuangan sampah
(bak sampah/TPS) serta tidak adanya sistem pengelolaan sampah dari swadaya
masyarakat maupun pemerintah.
4. Pada saat ini sebagian masyarakat mengambil air bersih
dari keran umum (4 titik keran umum) yang sumbernya dari air PDAM, sebagian
memiliki PAM dan lainnya menggunakan air sumur. Air sumur di dalam perkampungan
telah terindikasi tercemar. Hal ini disebabkan karena kan dungan yang terdapat di
air sumur tercemar oleh zat kimia pertanian (rabuk dan pestisida) *Sumber dari anggota program JICA.
5. Sebagian besar warga tidak memiliki jamban keluarga
(pribadi), sehingga warga banyak memanfaatkan kali/sungai kecil sebagai tempat
BAB, bahkan jika ada warga yang memiliki jamban pribadi dimanfaatkan juga oleh
warga lain (tetangga). Jaringan pembuangan kotoran dari jamban keluarga ini
langsung menuju kali (tidak menggunakan septictank). Hal ini disebabkan karena
terbatasnya pekarangan/lahan warga untuk membuat septictank.
6. Untuk aktifitas mandi dan cuci, sebagian besar penduduk
mengunakan tempat pemandian umum (±10 unit) yang kondisinya buruk dan non
permanen.
7. Drainase/gorong-gorong untuk saluran pemubangan air hujan
tidak ada.
8. Saluran Pembuangan Air Limbah (SPAL) tidak ada, sehingga
masyarakat yang berada agak jauh dari sungai (dalam kampung) membuang limbahnya
pekarangan langsung dan di gang. Sedangkan bagi warga yang berdekatan dengan
kali, air limbahnya dibuang langsung ke kali tersebut.
9. Kondisi lingkungan permukiman di atas menimbulkan akibat
kepada warga setempat terutama seringnya timbul penyakit gatal-gatal, TBC dan
diare pada anak-anak.
- Bencana angin puting beliung, dimana pada tahun 2013 korban angin puting beliung sebanyak 15 unit rumah.
- Bencana banjir pernah terjadi pada tahun 2009 mencapai 1,2 meter yang mengakibatkan seluruh penduduk Dusun Pohdodol harus mengungsi. Setiap musim penghujan atau terjadi hujan lebih dari 1 jam mengakibatkan banjir (mencapai 50 cm). Hal ini disebabkan karena terjadi pendangkalan dan penyempitan kali, sampah yang menyumbat dan merupakan kiriman dari wilayah timur yang menumpuk di wilayah dusun ini, permukiman penduduk yang berada di bawah talud kali (sungai). Dampak yang diakibatkan banjir ini dirasakan oleh sekitar 50% KK yang ada diwilayah tersebut.
- Dari tingkat kepadatan bangunan dan akses jalan lingkungan yang tidak memadai, dusun ini termasuk dalam kawasan yang rentan kebakaran. Bahkan pada tahun 1982 telah terjadi kebakaran yang menghanguskan hampir semua perumahan warga.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar